Jembatan Semanggi adalah suatu flyover yang dibangun pada masa pemerintahan Presiden Soekarno. Jembatan ini disebut Jembatan Semanggi karena dibangun di kawasan Karet Semanggi, Setiabudi, akan tetapi banyak juga yang mengatakan karena bentuknya yang seperti daun Semanggi maka istilah Jembatan Semanggi digunakan. Pada perkembangannya, kawasan Jembatan Semanggi menjadi ciri khas Ibukota Jakarta. Jembatan ini menjadi semacam poros lalu lintas Ibukota Jakarta sekaligus sebagai simbol kemakmuran perekonomian.
Proses pembangunan Jembatan Semanggi tidaklah mudah. Presiden Soekarno tidak begitu saja mendapat restu dari rakyat. Sebab, pada waktu itu orang sudah mulai berpikir kritis terhadap ide-ide pembangunan fisik. Pada masa itu, anggota masyarakat yang kritis terhadap kebijakan pemerintah menilai bahwa gagasan Bung Karno ini hanyalah proyek mubazir. Proyek yang hanya akan menghabiskan keuangan negara dan tidak ada manfaatnya bagi kesejahteraan rakyat. Bung Karno tentu saja memahami apresiasi yang disampaikan masyarakat. Dia menampung semua protes itu. Bung Karno mengolahnya.
Tapi, bukan Bung Karno namanya kalau kemudian mundur oleh berbagai kritik. Dia tetap mantap pada pendirian, yakni merealisasikan semua mega proyek tersebut. Ketika Presiden Sukarno telah mantap untuk membangun sebuah kompleks olahraga megah di kawasan Senayan. Ir Sutami, yang ketika itu menjabat Menteri Pekerjaan Umum (PU), dalam sebuah rapat kabinet mengusulkan membangun jembatan guna mengatasi kemungkinan munculnya persoalan kemacetan lalu lintas. Jembatan Semanggi dimulai pembangunannya tahun 1961. Waktu itu, Jembatan Semanggi hanyalah salah satu dari paket pembangunan fasilitas publik yang akan dibangun pemerintah. Proyek lain yang juga dibangun antara lain Gelora Senayan (Gelora Bung Karno), Hotel Indonesia dan Bundaran Hotel Indonesia.
Mengenai nama Semanggi, Bung Karno punya cerita sendiri. Dalam satu kesempatan, dia pernah bicara filosofi tentang daun semanggi. Filosofi yang dimaksud adalah simbol persatuan, dalam bahasa Jawa dia menyebut “suh” atau pengikat sapu lidi. Tanpa “suh” sebatang lidi akan mudah patah. Sebaliknya, gabungan lidi-lidi yang diikat dengan “suh” menjadi kokoh dan bermanfaat menjadi alat pembersih.
Itulah sejarah singkat Jembatan Semanggi yang kini tetap berdiri kokoh dan mengimbangi pesatnya pembangunan infrastruktur Ibukota Jakarta. Bila menilik sejarahnya, pantas memang bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menetapkan kawasan Jembatan Semanggi sebagai tempat wisata bernilai sejarah.
Berikut ini galery foto Jembatan Semanggi yang diambil dari berbagai sumber, silahkan klik photonya untuk memperbesar dan untuk mengetahui sumber aslinya !
Berikut ini Peta Satelit Jembatan Semanggi:
Lihat Peta Lebih Besar